Senin, 31 Agustus 2009

Korupsi

D. KASUS KORUPSI DAN UAPAYA PEMBERATASANNYA DI INDONESIA

Dewasa ini kasus-kasus korupsi yang terjadi di Negara Indonesia semakin menarik untuk dibicarakan. Korupsi bukan hanya terjadi di lingkungan penjabat eksekutif, tetapi terjadi juga di lembaga legislatif dan yudikatif.
Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang sangat membahayakan karena dapat mengancam kelancaran pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, maka meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana.
Undang-undang Tindak Pidana Korupsi menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang, yakni terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan, dan penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan dakwahnya.
Pengertian korupsi menurut pasal 2 (1) Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi adalah: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana panjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Dalam skala nasional tindakan-tindakan yang dilakukan oleh berbagai profesi dapat dikatagorikan korupsi, seperti:









1. Menyuap hakim adalah korupsi.

Suatu perbuatan dikatagorikan korupsi apabila terdapat bebearapa syarat, misalnya dalam pasal 6 ayat (1) huruf a UU no. 20 tahun 2001. Maka untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi harus menuhi unsur-unsur:
a. Setiap orang,
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu,
c. Kepada hakim,
d. Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

2. Pegawai Negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan adalah korupsi.

Pasal 11 UU no. 20 tahun 2001 menyatakan, bahwa untuk menyimpulkan apakah seorang Pegawai Negeri melakukan suatu perbuatan korupsi memenuhi unsur-unsur:
a. Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara,
b. Menerimah hadiah atau janji,
c. Diketahuinya,
d. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya.

3. Menyuap advokat adalah korupsi.

Suatu perbuatan dikatagorikan korupsi apabila terdapat beberapa syarat, misalnya dalam pasal 6 ayat (1) huruf a UU no. 20 tahun 2001 yang berasal dari pasal 210 ayat (1) KUHP yang dirujuk dalam pasal 1 ayat (1) huruf e UU no. 3 tahun 1971, dan pasal 6 UU no. 31 tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi yang kemudian dirumuskan ulang pada UU no. 20 tahun 2001, maka untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi harus menuhi unsur-unsur:
a. Setiap orang,
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu,
c. Kepada advokat yang menghadiri sidang pengadilan,
d. Dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

0 komentar: