Senin, 31 Mei 2010

Peta Konsep

Abaout Us


Nama: Hanif Fakhruddin
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 27 November 2010
Materi : Tata Urutan Perundang-Undangan











Nama : Yamadika Okto Ahiro
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 31 Oktober 1996
Materi : Proses Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan














Nama : Jonathan Febryan
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 29 Februari 1996
Materi : Mentaati Peraturan Perundang-Undangan Nasional











Nama : Muhammad Rif'at Fadhila
Tempat, tanggal lahir : Bandung, 19 Januari 1996
Materi : Kasus dan Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia












Nama : Muhammad Iqbal Chaniago
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 19 Maret 1996
Materi : Korupsi

Senin, 31 Agustus 2009

Tata Urutan

1. Konsep dan Hakekat Perundang-Undangan Nasional

Soerjono Soekanto menyatakan manusia memiliki 2 hasrat, yaitu:
1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain
2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam/lingkungan
Jadi jelas, bahwa sejak lahir manusia secara kodrat selalu ingin menyatu dengaan manusia lain dan lingkungannya
J.P Glastra van Loan menyatakan hukum mempunyai fungsi antara lain:
1. Menertibkan masyarakat dan pergaulan hidup
2. Menyelesaikan pertikaian
3. Memelihara dan mempertahankan tata tertib
Peraturan ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Contoh peraturan tertulis adalah undang-undang, PP, Perpes, Perda. Contoh peraturan tidak tertulis adalah hukum adat, adat istiadat, dan kebiasaan.
Peaturan tetulis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keputusan dikeluarkan oleh yang berwenang
2. Isinya mengikat secara umum
3. Bersifat abstrak

2. Landasan Berlakunya Peraturan Perundang-Undangan

a. Landasan filosofis
Nilai-nilai yang bersumber pada pandangna fisologia pancasila
Ø Nilai-nilai religius
Ø Nilai-nilai hak asasi manusia
Ø Nilai-nilai kepentingan bangsa negara utuh
Ø Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat
Ø Nilai-nilai keadilan
b. Landasan sosiologis
Pembaentukan perundang-undangan harus sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat.
c. Landasan yuridis
Peraturan perundang-undangan memuat keharusan
Ø Adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan
Ø Adanya jenis kesesuaian
Ø Mengikuti cara-cara/prosedur tertentu
Ø Tidak bertentangan




3. Prinsip-Prinsip Peraturan Perundang-undangan

a. Dasar Yuridis (hukum) sebelumnya
Penysunan peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan yuridis yang jelas, tanpa landasan yuridis yang jelas peraturan perundang-undangan yang telah disusun dapat batal demi hukum.
b. Hanya peraturan perundang-undangan tertentu yang dapat dijadikan landasan yuridis
c. Peraturan perundang-undangan hanya dapat dihapus, dacabut, dan dirubah oleh pertauran perundang-undangan yang sederajat/ yang lebih tinggi
d. Peraturan perundang-undangan yang baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama. Prinsip tersebut dalam hukum disebut istilah lex posteriori deragatlex priori
e. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Contoh Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan UU, UU juga tidak boleh bertentangan dengan UUD’45.
f. Perturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (prinsip lex specialist lex ge-neralist). Contoh ada pertentangan antara UU no. 20 thn 20001 tentang korupsi dengan KUHP maka yang berlaku adalah UU no. 20 thn 2001
g. Setiap jenis peraturan perundang-undangan materinya berbeda

4. Tata Ururtan Peraturan Perundang-Undangan

Sesuai pasal 7 ayat (1) UU no. 10 thn 2004 adalah
a) UUD 10945
b) UU
c) PERPU
d) Peraturan Pemerintah
e) Peraturan Presiden
f) Peaturan Daerah

1. UUD 1945

UUD 1945 merupakan hokum tertinggi. Mariam Budiarjo menyatakan bahwa UUD memuat ketentuan organisasi Negara, HAM, prosedur UUD, larangan, dan cita-cita bangsa.
Ditetapkannya UUD’45 sebagai negara Konstitusi negara Republik Indonesia merupakan :
Ø Bentuk Konsikuensi dikumandangkannya kemerdekaan
Ø Wujud kemandirian suatu negara
Ø Mengisi dan mempertahankan kemerdekaan
UUD’45 mempunyai kedudukan yang istimewa dikarenakan :
Ø UUD dibentuk secara istimewa, beda dengan yang lain
Ø UUD adalah piagam yang menyatakan cita-cita bangsa
Ø UUD memuat garis besar tentang dasar dan tujuan negara
2. Undang-Undang

Lembaga ayang berwenang membiat UU adalah DPR dan Presiden. Adapun kriteria agar suatu permasalahn dalam UU antara lain :
Ø UU dibentuk atas perintah ketentuan UUD’45
Ø UU dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu
Ø UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah, dan menambah UU yang sudah ada
Ø UU dibentuk karena berkaitan dengan HAM
Ø UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban / kepentingan orang banyak
Adapun prosedur pembuatan UU adalah sebagai berikut
Ø DPR memegang kekuasaan membentuk UU
Ø Setiap RUU dibahas oleh DPR dan presiden
Ø RUU dapat berasal dari DPR, Presiden, dan DPD
DPD mengajukan RUU kepada DPR berkaitan dengan
Ø Otonomi daerah
Ø Hubungan pusat dan daerah
Ø Pengelolaan sumber daya alam
Ø Sumber daya ekonomi lainnya
Ø Perimbangan keuangan pusat daerah

3. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (PERPU)

Perpu dibuat oleh presiden tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. Perpu dibuat saat keadaan ”darurat” dan mendadak karena permasalahan harus segera ditidak lanjuti

4. Peraturan Pemerintah (PP)

Kriteria pemebentukan PP adalah sebagai berikut
Ø PP tidakdapat dibentuk tanpa UU induknya
Ø PP tidak dapat mencantumkan sanki pidana, jika UU induknya tidak mencantumkan sanksi pidana
Ø PP tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya
Ø PP dapta dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebutkannya secara tegas

5. Peraturan Presiden

Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan peraturan lebih lanjut perintah UU atau PP baik secara tegas maupun tidak.


6. Peraturan Daerah (Perda)

Perda adalah perturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah, Provinsi Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah antara lain otonomi daerah dab tugas pembantuan.

Proses Pembuatan

B. Proses Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan Nasional
Proses pembuatan suatu undang-undang diajukan oleh :
1. Presiden kepada DPR
2. DPR kepada Presiden
3. Dewan Perwakilan Daerah kepada DPR
4. RUU Dari Presiden
RUU Dari Presiden
RUU Dari DPR RI
RUU Dari DPD
Dua Tingkat Pembicaraan
Disetujui DPR RI
Ditandatangani Presiden
Undang-Undang
Proses Pembuatan Undang-Undang.


1. Proses Pembahasan RUU dari Pemerintah di DPR RI
RUU beserta penjelasan yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presidan yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut.
Pimpinan DPR memberitahu dan membagikan RUU tersebut kepada seluruh Anggota. RUU yamg terkait dengan DPDdisampaikan kepada Pimpinan DPD.
Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instasi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden.

2. Proses Pembahasan RUU dari DPR di DPR RI
RUU beserta penjelasan yang berasal dari DPR disampaikan secaa tertulis oleh Pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden memberitahukan dan membagikannya kepada seluruh Anggota cabinet.
Apabila ada dua RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang, maka yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan ketua DPR digunakan sebagai bahan untuk dipersidangkan. RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 hari kerja, RUUsudah disampaikan kepada Presiden beum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabia RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
3. Proses Pemahasan RUU dari DPD di DPR RI
RUU beserta penjelasan yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan DPR memberitahu dan membagikan kepada seluruh Anggota.
Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemeritahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.
Badan Musyawarah selanjutnya menunjuk Komisi atau Badan Legislatif untuk membahas RUU tersebut , dan mengagendakan pembahasannya . Dalam waktu 30 hari kerja.
Komisi atau Badan egislasi mengundang anggota aat kengkapan DPD sebanyak 1/3 dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU. Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.
RUU yang teah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut.
Dalam waktu 60 hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR , Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.
Adapun secara lengkap tingkat pembicaraan suatu rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat adalah sebagai berikut :

Tingkat Pembicaraan RUU Di DPR RI

Pembicaraan Tingkat I
Dilaksanakan dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legilasi, Rapat Paniti Agara, atau Rapat Pansus, dengan kegiatan :
a. Pandangan dan pendapat
· RUU dari Presiden : pandangan dan pendapat Fraksi-Fraksi atau Fraksi-Fraksi dan DPD apabila RUU terkait dengan DPD
· RUU dari DPR : pandangan dan pendapat Presiden atau Presiden beserta DPD apabila RUU terkait dengan DPD
b. Tanggapan
RUU dari Presiden : Tanggapan Presiden
RUU dari DPR : Tanggapan Pimpinan alat kelengkapan DPR yang membuat RUU
c. Pembahasan RUU oleh DPR dan Presiden berdasarkan Daftar Investasisasi Masalah ( DIM )

Pembicaraan Tingkat II
Pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna, yang didahului oleh :
a. Laporan hasil Pembicaraan Tingkat I
b. Pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh Anggotannya dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksinya.
c. Pendapat akhir Presiden yangdisampaikan oleh Menteri yang mewakilinya.

Pembicaraan Tingkat I
Dilaksanakan dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legilasi, Rapat Paniti Agara, atau Rapat Pansus, dengan kegiatan :
a. Pandangan dan pendapat
· RUU dari Presiden : pandangan dan pendapat Fraksi-Fraksi atau Fraksi-Fraksi dan DPD apabila RUU terkait dengan DPD
· RUU dari DPR : pandangan dan pendapat Presiden atau Presiden beserta DPD apabila RUU terkait dengan DPD
b. Tanggapan
RUU dari Presiden : Tanggapan Presiden
RUU dari DPR : Tanggapan Pimpinan alat kelengkapan DPR yang membuat RUU
c. Pembahasan RUU oleh DPR dan Presiden berdasarkan Daftar Investasisasi Masalah ( DIM )
Pembicaraan Tingkat II
Pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna, yang didahului oleh :
a. Laporan hasil Pembicaraan Tingkat I
b. Pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh Anggotannya dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksinya.
c. Pendapat akhir Presiden yangdisampaikan oleh Menteri yang mewakilinya.

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 membawa perubahan terhadap kewenangan penyusunan undang-undang, dari yang semula berada di tangan Presiden bergeser ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Di tingkat daerah, berdasarkan undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan membentuk undang-undang lebuh besar diberikan kepada daerah, jadi tidak bertumpu ke pusat.
Suatu RUU yang diusulkan untuk disahkan menjadi Undang-Undang secara garis besar formatnya berisi : Penamaan ;Pembukaan ; Batang Tubuh ; Penutup ; Penjelasan ( bila ada )dan Lampiran ( bila diperlukan ).
Penamaan , berkaitan dengan judul atau nama dari Rancangan Undang-Undang yang diajukan atau disahkan , termasuk nomor dan tahun pembentukan undang-undang tersebut. Penulisan penamaan dilakukan dengan menggunakan huruf besar.
Pembukaan , setelah dilakukan penamaan , maka bagian berikutnya adalah pembukaan , yaitu yang dimulai dengan :
a. Frase “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA” , kemudian dicantumkan pua nama pajabat pembuat undang-undang ( untunk tingkat pusat ) dan peraturan daerah ( untuk tingkat propinsi , kabupaten atau kota ).
b. Konsideran , yaitu berisi hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya undang-undang tersebut beserta latar belakangnya , dan dimulai dengan kata “menimbang” dan seterusnya..
c. Dasar Hukum , yaitu hal-hal yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan atau dasar kewenangan pembuatan peraturan tersebut . aseain itu juga memuat peraturan perundang-undangan yang terkait langsung . Teknik penulisan dasar hukum dimulai dengan kata “mengingat” dan seterusnya.
d. Pencantuman frase : “Dengan persetujuan”
e. Pencantuman Badan Perwakilan yang memberikan persetujuan , apakah DPR atau DPRD Provinsi atau DPRR Kabupaten / Kota

Setelah bagian pendahuluan selesai , baru meningkat pada bagian Batang Tubuh , yaitu berisi tentang ketentuan umum , ketentuan mengenai obyek , ketentuan mengenai sanksi , ketentuan peralihan , dan ketentuan penutup.
Ketentuan umum berisi tentang definisi , pengertian , penjelasan mengenai suatu istilah atau singkatan yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan . Ketentuan mengenai obyek yang diatur , lazimnya disusun sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang dipergunakan . Ketentuanmengenai obyek disusun untuk , menggambarkan satu kesatuan sistem , cara berpikir yang runtut , mudah diketahui , dan dimengerti.
Ketetuan mengenai pencantuman sanksi sangat bergantung dari jenis dari jenis undang-undang yang dibuat. Hal ini karena tidak semua undang-undang mencantumkan sanksi. Begitu juga jenis sanksi tidak selamanya berupa sanksi pidana , artinya bisa berupa sanksi administrasi , denda , tindakan paksa , dan lain sebagainya.
Ketentuan peraihan merupakan suatu cara untuk mempertemukan antara akibat hukum peraturan perundang-undangan baru dan peraturan perundang-undangan ama . Adapun fungsi peraturan peralihan adalah :
a. Menghindari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum atau peraturan perundang-undangan .
b. Menjamin kepastian hukum
c. Memberikan Perlindungan hukum.
Ketentuan penutup berisi penunjukkan organ atau alat perlengkapan yang diikutsertakan dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan ; pengaruh peraturan perundang-undangan yang baru terhadap peraturan perundang-undangan yang ada ; rumusan perintah pengundangan ; peandatanganan pengesahan ; pengundangan dan akhir bagian penutup.
Bila dipandang perlu , dalam suatu undang-undang dilengkapi pula dengan penjelasan terhadap undang –undang tersebut , baik penjelasan yang bersifat umum atau penjelasan yang bersifat khusus , misalnya penjelasan pasal demi pasal.
Suatu undang-undang dinyatakan berakhir masa berlakunya :
1. Ditentukan dalam undang-undang itu kapan berakhirya.
2. Dicabut kembali oeh undang-undang yang baru.
3. Bila terbit undang-undang baru yang memuat ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang yang lama , maka undang-undang yang lama secara otomatis menjadi hapus kekuatannya.
Teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan di tingkat daerah dalam bentuk Peraturan Daerah dan Keputusan Daerah , proedurnya secara jelas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004.

Menaati

Peraturan Perundang-undangan, dalam konteks negara Indonesia, adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Misalnya undang-undang, Peraturan Presiden, dan lain-lain. Sedangkan peraturan adalah petunjuk tentang tingkah laku yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Misalnya tata tertib sekolah, peraturan peminjaman buku di perpustakaan, dan sebagainya. Seperti halnya peraturan perundang-undangan, peraturan juga memiliki kekuatan mengikat.
Tujuan undang-undang dan peraturan negara adalah untuk mengatur dan menertibkan perikehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan undang-undang atau peraturan, kehidupan
berbangsa dan bernegara menjadi lebih tertib. Contohnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan dikeluarkannya undang-undang ini adalah untuk meng atur dan menertibkan pelaksanaan pemerintahan daerah.

1. Menaati
Menaati berasal dari kata dasar taat yang artinya patuh atau tunduk. Orang yang patuh atau tunduk pada peraturan adalah orang yang sadarMematuhi peraturan perundang-undangan haruslah disertai dengan sikap bertanggung jawab. Selain itu, kita harus bersikap jujur terhadap diri sendiri. Artinya, kita taat peraturan bukan karena takut kepada polisi. Namun, karena tahu bahwa peraturan perundang-undangan memiliki tujuan yang baik. Tujuannya adalah agar masyarakat hidup teratur dan tertib.

A. Alasan Orang Menaati Peraturan Perundang-undangan

a) Keluarga

Karena peraturan perundang-undangan tudak dapat dihindari, jadi jika salah satu dari keluarga ada yang tidak menaatinya pasti akan mendapat hukuman, contoh jika kita mencuri pasti seluruh nama di keluarga tersebut akan tercoreng dan mempunyai rasa malu, yang akhirnya menaruh dendam pada salah satu anggota keluarga tersebut, dan akhirnya keluarga itu akan menjadi terpecah belah, hanya karena perbuatan satu orang dari keluarga tersebut. Dan orang yang melakukan perbuatan itu akan dihukum dan mendapat ejekan dari warga sekitar yang mengetahuiny, dan akan mendapat rasa malu yang sangat besar yang tidak bisa dilupakan.

b) Sekolah

Jika salah satu sekolah ada yang melanggar peraturan perundang-undangan pasti sekolah itu akan mendapat ejekan dari sekolah-sekolah lain, contoh jika salah satu dari murid sekolah ada yang ketahuan tawuran, maka dia akan membawa nama sekolah itu ke dalam sebuah kasus, dan murid itu akan mendapat hukuman seperti di keluarkan dari sekolah, mendapat point, di denda dengan biaya tinggi, dan lain-lain. Dan anak itu akan mendapat rasa malu yang sangat besar.
c) Masyarakat

Di masyarakat sangat banyak peraturan perundang-undangan yang di tetapkan, jika salah satu warga masyarakat ada yang melanggar peraturan maka orang itu akan mendapat hukuman yang setimpal, contoh jika kita melanggar peraturan lalu lintas kita akan di tilang dan akan di denda atau kendaraan kita yang di sita. Jadi kita bisa mendapat kerugian yang sangat besar hanya karena perbuatan tersebut.

Korupsi

D. KASUS KORUPSI DAN UAPAYA PEMBERATASANNYA DI INDONESIA

Dewasa ini kasus-kasus korupsi yang terjadi di Negara Indonesia semakin menarik untuk dibicarakan. Korupsi bukan hanya terjadi di lingkungan penjabat eksekutif, tetapi terjadi juga di lembaga legislatif dan yudikatif.
Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang sangat membahayakan karena dapat mengancam kelancaran pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, maka meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana.
Undang-undang Tindak Pidana Korupsi menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang, yakni terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan, dan penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan dakwahnya.
Pengertian korupsi menurut pasal 2 (1) Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi adalah: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana panjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Dalam skala nasional tindakan-tindakan yang dilakukan oleh berbagai profesi dapat dikatagorikan korupsi, seperti:









1. Menyuap hakim adalah korupsi.

Suatu perbuatan dikatagorikan korupsi apabila terdapat bebearapa syarat, misalnya dalam pasal 6 ayat (1) huruf a UU no. 20 tahun 2001. Maka untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi harus menuhi unsur-unsur:
a. Setiap orang,
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu,
c. Kepada hakim,
d. Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

2. Pegawai Negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan adalah korupsi.

Pasal 11 UU no. 20 tahun 2001 menyatakan, bahwa untuk menyimpulkan apakah seorang Pegawai Negeri melakukan suatu perbuatan korupsi memenuhi unsur-unsur:
a. Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara,
b. Menerimah hadiah atau janji,
c. Diketahuinya,
d. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya.

3. Menyuap advokat adalah korupsi.

Suatu perbuatan dikatagorikan korupsi apabila terdapat beberapa syarat, misalnya dalam pasal 6 ayat (1) huruf a UU no. 20 tahun 2001 yang berasal dari pasal 210 ayat (1) KUHP yang dirujuk dalam pasal 1 ayat (1) huruf e UU no. 3 tahun 1971, dan pasal 6 UU no. 31 tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi yang kemudian dirumuskan ulang pada UU no. 20 tahun 2001, maka untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi harus menuhi unsur-unsur:
a. Setiap orang,
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu,
c. Kepada advokat yang menghadiri sidang pengadilan,
d. Dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

Anti Korupsi

Anti Korupsi Serta Lembaga Hukumnya


1. Pengertian Anti Korupsi

Sebagaimana kita tahu bahwa korupsi adalah tindakan yang dilakukan orang yang melawan hokum untuk memperkaya diri sendiri dengan mengambil uang Negara.
maka anti korupsi dapat diartikan sebagai tindakan yang tidak menyetujui perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang yang menyalah gunakan jabatan, kesempatan untuk merugikan keuangan negara. Jadi, anti korupsi menentang segala perbuatan yang dapatmerugikan keuangan atau perekonomian negara.
2. Perangkat Hukum

Perangkat hukum diperlukan oleh suatu lembaga pemerintah supaya peraturan-peraturan hukumnya kuat dan dapat dibantu oleh masyarakat. Beberapa contohnya antara lain adalah UU No 30 tahun 2002, yang isinya dibentuknya suatu lembaga anti korupsi, yaitu Komisi Peberantasan Korupsi
Contoh lainnya adalah keteeapan MPR No XI/MPR/1998 Tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme; UU No28 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, lalu diuah menjadi UU No20 tahun 2001 tentang perubahan UU No 31tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3. Lembaga Hukum Anti Korupsi

Suatu gerakan pemerintah harus memerlukan suatubadan hukum atau lembaga hukum Beberapa contohnya adalah polisi/jaksa, Komisi Pemeriksa, KPK. Polisi adalah suatu lembaga aparat penegak hokum, komisi pemeriksa adalah suatu badan hokum yang melakuan pemeriksaan pada tersangka. Tetapi kali ini kita akan membahas tentang KPK.
A. Komisi Peberantasan Korupsi (KPK)

Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) adalah serangkaian lembaga hukum yang mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,dll.
Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan adalah jika tindak pidana korupsi melibatkan aparat penegak hukum, meresahkan masyarakat, merugikan negara paling sedikit (satu milyar rupiah).Dengan peraturan undang-undang ini KPK :
Ø Dapat menyusun jaingan kerja yang kuat.
Ø Tidak memonopoli tugas menyelidikan.
Ø Sebagai pemicu institusi yang telah ada. dalampemberantasan korupsi.
Ø Memantau institusi yang ada.
Tujuan dibentuknya KPK adalah:
Ø Koordinasi dengan instansi berwenang.
Ø Supervisi terhadab instansi yang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Ø Melakukan pencegahan pada tindak pidana korupsi.
Ø Melakukan monitor terhadap penyelenggara negara.
4. Peran masyarakat
Masyarakat juga berperan penting dalam pencegahan tindak pidana korupsi seperti saat melaporkan suatu tindak pidana pada yang berwenang, adajuga lebaga dari masyarakat seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan ada juga Masyarakat Transpa-ransi Indonesia.