Senin, 31 Agustus 2009

Proses Pembuatan

B. Proses Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan Nasional
Proses pembuatan suatu undang-undang diajukan oleh :
1. Presiden kepada DPR
2. DPR kepada Presiden
3. Dewan Perwakilan Daerah kepada DPR
4. RUU Dari Presiden
RUU Dari Presiden
RUU Dari DPR RI
RUU Dari DPD
Dua Tingkat Pembicaraan
Disetujui DPR RI
Ditandatangani Presiden
Undang-Undang
Proses Pembuatan Undang-Undang.


1. Proses Pembahasan RUU dari Pemerintah di DPR RI
RUU beserta penjelasan yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presidan yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut.
Pimpinan DPR memberitahu dan membagikan RUU tersebut kepada seluruh Anggota. RUU yamg terkait dengan DPDdisampaikan kepada Pimpinan DPD.
Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instasi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden.

2. Proses Pembahasan RUU dari DPR di DPR RI
RUU beserta penjelasan yang berasal dari DPR disampaikan secaa tertulis oleh Pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden memberitahukan dan membagikannya kepada seluruh Anggota cabinet.
Apabila ada dua RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang, maka yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan ketua DPR digunakan sebagai bahan untuk dipersidangkan. RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 hari kerja, RUUsudah disampaikan kepada Presiden beum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabia RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
3. Proses Pemahasan RUU dari DPD di DPR RI
RUU beserta penjelasan yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan DPR memberitahu dan membagikan kepada seluruh Anggota.
Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemeritahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.
Badan Musyawarah selanjutnya menunjuk Komisi atau Badan Legislatif untuk membahas RUU tersebut , dan mengagendakan pembahasannya . Dalam waktu 30 hari kerja.
Komisi atau Badan egislasi mengundang anggota aat kengkapan DPD sebanyak 1/3 dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU. Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.
RUU yang teah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut.
Dalam waktu 60 hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR , Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.
Adapun secara lengkap tingkat pembicaraan suatu rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat adalah sebagai berikut :

Tingkat Pembicaraan RUU Di DPR RI

Pembicaraan Tingkat I
Dilaksanakan dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legilasi, Rapat Paniti Agara, atau Rapat Pansus, dengan kegiatan :
a. Pandangan dan pendapat
· RUU dari Presiden : pandangan dan pendapat Fraksi-Fraksi atau Fraksi-Fraksi dan DPD apabila RUU terkait dengan DPD
· RUU dari DPR : pandangan dan pendapat Presiden atau Presiden beserta DPD apabila RUU terkait dengan DPD
b. Tanggapan
RUU dari Presiden : Tanggapan Presiden
RUU dari DPR : Tanggapan Pimpinan alat kelengkapan DPR yang membuat RUU
c. Pembahasan RUU oleh DPR dan Presiden berdasarkan Daftar Investasisasi Masalah ( DIM )

Pembicaraan Tingkat II
Pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna, yang didahului oleh :
a. Laporan hasil Pembicaraan Tingkat I
b. Pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh Anggotannya dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksinya.
c. Pendapat akhir Presiden yangdisampaikan oleh Menteri yang mewakilinya.

Pembicaraan Tingkat I
Dilaksanakan dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legilasi, Rapat Paniti Agara, atau Rapat Pansus, dengan kegiatan :
a. Pandangan dan pendapat
· RUU dari Presiden : pandangan dan pendapat Fraksi-Fraksi atau Fraksi-Fraksi dan DPD apabila RUU terkait dengan DPD
· RUU dari DPR : pandangan dan pendapat Presiden atau Presiden beserta DPD apabila RUU terkait dengan DPD
b. Tanggapan
RUU dari Presiden : Tanggapan Presiden
RUU dari DPR : Tanggapan Pimpinan alat kelengkapan DPR yang membuat RUU
c. Pembahasan RUU oleh DPR dan Presiden berdasarkan Daftar Investasisasi Masalah ( DIM )
Pembicaraan Tingkat II
Pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna, yang didahului oleh :
a. Laporan hasil Pembicaraan Tingkat I
b. Pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh Anggotannya dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksinya.
c. Pendapat akhir Presiden yangdisampaikan oleh Menteri yang mewakilinya.

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 membawa perubahan terhadap kewenangan penyusunan undang-undang, dari yang semula berada di tangan Presiden bergeser ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Di tingkat daerah, berdasarkan undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan membentuk undang-undang lebuh besar diberikan kepada daerah, jadi tidak bertumpu ke pusat.
Suatu RUU yang diusulkan untuk disahkan menjadi Undang-Undang secara garis besar formatnya berisi : Penamaan ;Pembukaan ; Batang Tubuh ; Penutup ; Penjelasan ( bila ada )dan Lampiran ( bila diperlukan ).
Penamaan , berkaitan dengan judul atau nama dari Rancangan Undang-Undang yang diajukan atau disahkan , termasuk nomor dan tahun pembentukan undang-undang tersebut. Penulisan penamaan dilakukan dengan menggunakan huruf besar.
Pembukaan , setelah dilakukan penamaan , maka bagian berikutnya adalah pembukaan , yaitu yang dimulai dengan :
a. Frase “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA” , kemudian dicantumkan pua nama pajabat pembuat undang-undang ( untunk tingkat pusat ) dan peraturan daerah ( untuk tingkat propinsi , kabupaten atau kota ).
b. Konsideran , yaitu berisi hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya undang-undang tersebut beserta latar belakangnya , dan dimulai dengan kata “menimbang” dan seterusnya..
c. Dasar Hukum , yaitu hal-hal yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan atau dasar kewenangan pembuatan peraturan tersebut . aseain itu juga memuat peraturan perundang-undangan yang terkait langsung . Teknik penulisan dasar hukum dimulai dengan kata “mengingat” dan seterusnya.
d. Pencantuman frase : “Dengan persetujuan”
e. Pencantuman Badan Perwakilan yang memberikan persetujuan , apakah DPR atau DPRD Provinsi atau DPRR Kabupaten / Kota

Setelah bagian pendahuluan selesai , baru meningkat pada bagian Batang Tubuh , yaitu berisi tentang ketentuan umum , ketentuan mengenai obyek , ketentuan mengenai sanksi , ketentuan peralihan , dan ketentuan penutup.
Ketentuan umum berisi tentang definisi , pengertian , penjelasan mengenai suatu istilah atau singkatan yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan . Ketentuan mengenai obyek yang diatur , lazimnya disusun sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang dipergunakan . Ketentuanmengenai obyek disusun untuk , menggambarkan satu kesatuan sistem , cara berpikir yang runtut , mudah diketahui , dan dimengerti.
Ketetuan mengenai pencantuman sanksi sangat bergantung dari jenis dari jenis undang-undang yang dibuat. Hal ini karena tidak semua undang-undang mencantumkan sanksi. Begitu juga jenis sanksi tidak selamanya berupa sanksi pidana , artinya bisa berupa sanksi administrasi , denda , tindakan paksa , dan lain sebagainya.
Ketentuan peraihan merupakan suatu cara untuk mempertemukan antara akibat hukum peraturan perundang-undangan baru dan peraturan perundang-undangan ama . Adapun fungsi peraturan peralihan adalah :
a. Menghindari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum atau peraturan perundang-undangan .
b. Menjamin kepastian hukum
c. Memberikan Perlindungan hukum.
Ketentuan penutup berisi penunjukkan organ atau alat perlengkapan yang diikutsertakan dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan ; pengaruh peraturan perundang-undangan yang baru terhadap peraturan perundang-undangan yang ada ; rumusan perintah pengundangan ; peandatanganan pengesahan ; pengundangan dan akhir bagian penutup.
Bila dipandang perlu , dalam suatu undang-undang dilengkapi pula dengan penjelasan terhadap undang –undang tersebut , baik penjelasan yang bersifat umum atau penjelasan yang bersifat khusus , misalnya penjelasan pasal demi pasal.
Suatu undang-undang dinyatakan berakhir masa berlakunya :
1. Ditentukan dalam undang-undang itu kapan berakhirya.
2. Dicabut kembali oeh undang-undang yang baru.
3. Bila terbit undang-undang baru yang memuat ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang yang lama , maka undang-undang yang lama secara otomatis menjadi hapus kekuatannya.
Teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan di tingkat daerah dalam bentuk Peraturan Daerah dan Keputusan Daerah , proedurnya secara jelas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004.

0 komentar: